LAPORAN PENELITIAN KEKERASAN SEKSUAL SIBER DAN PENANGANANNYA DI INDONESIA Support Group and Resource Center on Sexuality Studies 2019 1 T im S e tya Garuda Rem aja Cendekia untuk Indonesia Support Group and Resource Center on Sexuality Studies Ferena Debineva, S. P si, M.Ps i . T - Chairperson Nadya Karima Melati, S.Hum – Program Director Firmansyah Sarbini, S.E - Director of Strategic Partnerships Riska Carolina, S.H, M.H - Director of Advocacy and Policy Roberto, S.H – Translator and Communicatio n Ratih Cahyani Putri, S. P si – Researcher Zolanski Genta Mansy u r – Program Officer 2 Daftar Isi Tim S e tya Garuda Rem aja Cendekia untuk Indonesia ................................ ............... 1 Pengantar ................................ ................................ ................................ ........................ 4 Rumusan Masalah ................................ ................................ ................................ ......... 7 Metode Penelitian ................................ ................................ ................................ .......... 8 Jenis Kekerasan Seksual Siber ................................ ................................ ..................... 8 1. Hate Speech ................................ ................................ ................................ .................... 9 2. Online Shaming ................................ ................................ ................................ ............ 10 3. Doxing ................................ ................................ ................................ ............................ 10 4. Defamation ................................ ................................ ................................ .................... 11 5. Flaming ................................ ................................ ................................ .......................... 12 6. Deadnaming ................................ ................................ ................................ .................. 13 7. Out - ing ................................ ................................ ................................ ........................... 14 8. Honey Traping ................................ ................................ ................................ .............. 15 9. Impersonating ................................ ................................ ................................ ............... 16 10. Morphing ................................ ................................ ................................ ................... 17 11. Revenge Porn ................................ ................................ ................................ ............ 19 Temuan Bentuk KSS dalam Statistik ................................ ................................ ......... 19 Usia Korban ................................ ................................ ................................ ........................... 20 Domisili Korban ................................ ................................ ................................ .................... 21 Bentuk Konten Revenge Porn ................................ ................................ ............................. 22 Pelaku Revenge Porn ................................ ................................ ................................ ........... 23 Pilihan Menempuh Jalur Hukum ................................ ................................ ....................... 24 Penanganan Kasus KSS ................................ ................................ ............................... 25 Tanggungjawab Pihak Ketiga ................................ ................................ ..................... 26 Kajian Pe rangkat Hukum ................................ ................................ ............................ 27 Analisa Tim Peneliti ................................ ................................ ................................ .... 31 Kesimpulan ................................ ................................ ................................ ................... 32 STANDAR OPERASIONAL PELAKSANAAN ................................ ............................... 36 Kekerasan Seksual Siber ................................ ................................ ................................ ..... 37 3 Konseling Sebaya dan Kelompok Pendukung ................................ ................................ ... 37 Pengantar Konseling Sebaya ................................ ................................ ............................... 38 Tujuan Konseling Sebaya ................................ ................................ ................................ .... 39 Alur Konseling Sebaya ................................ ................................ ................................ ......... 39 Layanan Konseling Sebaya ................................ ................................ ................................ .. 41 Perangkat dalam Advokasi Masyarakat Sisterhood ................................ ......................... 41 Sumber Acuan ................................ ................................ ................................ .............. 44 Tentang SGRC UI ................................ ................................ ................................ .......... 48 4 Pengantar Sebagai salah satu pion i r organisasi berbasis kampus yang membahas seksualitas dan gender, SGRC menggaris bawahi tingginya kekerasan seksual yang terjadi di balik gedung - gedung tinggi almamater. Sekaran g, kekerasan seksual tersebut melewa t i gedung - gedung tinggi dan muncul melalui gawai masing - masing, bertransforma si lebih cepat. Setelah sebelumnya menerbitkan Modul Pencegahan Kekerasan Seksual di Kampus, SGRC kembali dengan Laporan Penelitian Kekerasan S eksual Siber Penelitian ini hadir untuk merespons banyaknya laporan yang masuk setiap harinya sebagai bukti bahwa kejadian dan ancaman kekerasan mengambil bentuk - bentuk baru di dunia maya. Kekerasan seksual siber memiliki dampak perusakan yang juga tidak se dikit dan tidak sebentar. Penelitian ini bukan penelitian akhir, namun merupakan gambaran awal kasus - kasus lainn ya yang tidak terlaporkan. Penelitian ini juga hadir untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran akan kekerasan seksual siber, yang selanjutny a digunakan untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual siber dan memberikan dukungan bagi penyintas. Penelitian ini tidak dapat terlaksana tanpa bantuan seluruh narasumber yang terlibat, seluruh sisterhood , serta seluruh individu yang berani melapor. Kami bersama kamu. Terima kasih yang tidak putus dan semangat yang tidak usai untuk kita semua. April 2019 Ferena Debineva 5 Latar Belakang I su kekerasan seksual yang menjadi isu utama feminism , mendapat tempat dalam wacana utama feminisme Indonesia. Kekerasan se ksual belum dibahas dan mempunyai payung hukum yang jelas kecuali pada K itab Undang - Undang Hukum Pidana (K UHP ). Pun hanya sebatas perkosaan, pe ncabulan dan UU K ekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 2004 yang terbatas dengan hubungan legal. Padahal, setiap relasi personal rentan terjadi kekerasan seksual. Penyelesaian kas us - kasus kekerasan seksual yang tidak terselesaikan dengan baik oleh pemerintah Indonesia membuat jenis - jenis k ekerasan seksual menemukan medium - medium baru. Komnas Perempuan merumuskan 15 jenis kekerasan seksual yang mencakup: (1). Intimidasi Seksual term asuk Ancaman atau Percobaan Perkosaan, (2). Pelecehan Seksual, (3). Eksploitasi Seksual, (4). Perdagangan Perem puan untuk Tujuan Seksual, (5). Prostitusi Paksa, (6). Perbudakan Seksual, (7). Pemaksaan perkawinan, termasukcerai gantung, (8). Pemaksaan Keham ilan, (9). Pemaksaan Aborsi, (10). Pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi, (11). Penyiksaan Seksual, (12). Pengh ukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual, (13). Praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan, (14). Kon trol seksual, termasuk lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama dan (15). Perkosaan. P ada tahun 2018 Komnas Perempuan menekankan kekerasan terhadap permpuan di Dunia Maya yang mencakup kekerasan terhadap Perempuan di Dunia Maya, P enghakiman Digital Bernuansa Seksual, Penyiksaan Seksual M di Cikupa Tangerang, Kasus Persekusi Online dan Offl ine D okter F, Situs dan Aplikasi: Prostitusi Online Berkedok Agama di Ayopoligami.com dan Nikahsirri.com, BN: Perempuan dan UU ITE, Lolly Candy: Kerentanan Ekspolitasi Seksual Anak Perempuan di Dunia Maya, Semprotku.com, dan EksploitasiTubuhPerempuan. 6 Seda ngkan lembaga Hukum yang melakukan pendampingan terhadap kasus kekerasan terhadap perempuan dan minoritas gender yakni LBH Apik mengankat tema ke kerasan seksual siber dalam laporan tahunan 2018 dan memetakan berbagai platform terjadinya yakni Tinder, Face book, Instagram, Twitter dan pinjaman online dengan modus berbeda - beda seperti pemerasan, pengambilan data tanpa ijin melalui per etasan dan perekam an diam - diam. Kekerasan seksual siber (selanjutya disebut KSS) adalah bentuk baru dan akibat mandegnya penyele saian hukum serius terhadap tindakan kekerasan seksual di dunia material dan merembet pada dunia siber. Kekerasan seksual siber adalah sebuah tin dakan destruktif menggunakan medium digital yang menyasar seksualitas dan identitas gender dan bertujuan untuk merendahkan, menghancurkan dan menimbulkan kerugian berupa material, psikologis dan sosial. Definisi ini dirumuskan oleh SGRC setelah melihat jen is - jen i s tindakan kekerasan dan upaya penyelesaian kasusnya. Medium digital menjadi pembeda jenis kekerasan sek sual ini dengan kekerasan seksual lainnya, istilah teknologi informasi seperti anonimitas, syntax dan sistem informasi menjadi kunci penting untu k memahami jenis kekerasan seksual siber. Oleh karen itu penelitian ini kami banyak menggunakan istilah - istilah asing sebelum menemukan terminologi yang mampu mendefinisikan sebuah term secara menyeluruh. SGRC ber fokus dalam men gkaji kasus kekerasan seksual siber yang terjadi pada Remaja dan dewasa muda dan dengan identitas gender non - ma skulin dan tidak terbatas pada perempuan sebagai kategori biologis saja. Kami memiliki dugaan bahwa kasus kekerasan seksual siber yang menimpa ge nder non - maskulin meningkat bersamaan dengan semakin meluasnya interaksi melalui internet dan permasalahan pena buan seks. Kekerasan seksual siber juga khusus menyerang seksualitas dan gender yang dijadikan bahan untuk kejahatan 7 kriminalitas lainnya sepert i perkosaan, pemerasaan material dan juga kekerasan psikis. Tim peneliti SGRC memberikan perhatian khusus pada kekerasan seksual siber sebab kami bergerak dalam isu seksualitas dan anak muda dan melalui berbagai diskusi dengan anggota kami menemukan berbag ai kasus kekerasan seksual yang terjadi pada usia remaja dewasa - muda dan kami mencoba unutk mengelompokan jenis - jenis kekerasan seksual tersebut Riska Carolina memetakan 11 jenis kekerasan seksual yang terjadi yakni; (1). Doxing, (2). Deflamation, (3). Fl aming, (4). Hate Speech, (5). Impersonating, (6). Deadnaming, (7). Out - ing, (8). Online Shaming, (9). Honey Tra pping (10. Revenge Porn, dan terakhir (11). Morphing. Dari Berbagai jenis ini kami melakukan pendampingan dan mencoba untuk mengkaji Bagaimana je nis dan modus kekerasan beserta potensi penyelesaiannya yang melibatkan berbagai pihak. Kasus kekerasan seksual siber di Indonesia disebabkan oleh dua hal, penabuan seks dan kosongnya payung hukum untuk melindungi korban kekerasan seksual. Rumusan Masalah Berdasarkan paparan latar belakang di atas, penelitian ini penting untuk dilakukan untuk mengetahui bagaimanakah kekerasan seksual siber di Indonesia secara umum. Namun, untuk menjawab pertanyaan besar tersebut kami membuat beberapa pertanyaan penelitian yakni: 1. Apa saja kasus - kasus kekerasan seksual siber? 2. Berapa jumlah angka korban kekerasan seksual sib er? 3. Bagaimana penyelesaian kasus kekerasan seksual siber? 8 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode campuran yakni kualitatif yang berupa studi l iteratur kualitatif dan kuantitatif yakni kuisioner pendampingan kasus kekerasan seksual siber oleh SGRC yang disebar pada tanggal 1 J uni - 10 J uni 2018 melalui Google Form dan mendapat responden selama 54 orang. Data tersebut kemudian kami analisa leb ih lanjut untuk melihat sebaran dan pola - pola kekerasan seksual siber yang telah dibuat sebelum nya. Jenis Kekerasan Seksual Siber Jenis - jenis kekerasan seksual siber dirumuskan oleh tim peneliti setelah melakukan observasi terhadap kasus - kasus kekerasan se ksual yang dilaporkan ke SGRC maupun diberitakan melalui internet. Kami menemukan bentuk - bentuk kekerasan ini mencakup beragam taktik dan perilaku jahat mulai dari berbagi konten yang memalukan atau kejam dengan menyebarkan Hate S peech, Online Shaming, Dox ing, Defamation, Fla ming, Deadnaming, Out - i n g Honey Trapping, Impersonating, Morphing, dan Rev enge Porn. KSS seringkali menyasar pada perempuan, anak perempuan dan kelompok minoritas berdasarkan identitas gender dan seksual orientasinya yang didasari buka n lagi pada gender namun lebih pada femininitas atau sifat - sifat feminine dalam diri seseorang. KSS juga mempunyai istilah lain yang popular di internet seperti cybersexism atau cybermisogyny SGRC secara khusus menggunakan terminolog i kekerasan seksual si ber (disingkat KSS) yang mencakup seksisme, rasisme, prasangka agama, homofobia, dan transphobi a. Berikut kami klasifikasikan bentuk - bentuk kekerasan seksual siber berdasarkan temuan dari organisasi kami: 9 1. Hate Speech Istilah "kebencian" harus dipahami seb agai mencakup semua bentuk ekspresi yang menyebar, menghasut, mempromosikan atau membenarkan ke bencian rasial, xenophobia, antisemitisme atau bentuk - bentuk kebencian lain berdasarkan intoleransi, termasuk: intoleransi yang diungkapkan oleh nasionalisme dan etnosentrisme yang agresif, diskriminatif dan permusuhan terhadap kelompok minoritas, migran d an orang - orang yang berasal dari imigran. 1 Dalam hukum internasional, terutama yang mencakup kebebasan berekspresi dan berpendapat, ada tiga aspek utama dalam ha te speech, adanya niat; adanya hasutan; yang dimaksudkan untuk kekerasan ataupun diskriminasi l ainnya. 2 Hate speech adalah bentuk ekspresi yang menyerang aspek spesifik dari identitas seseorang, seperti ras, etnis, identitas gender, agama, orientasi seksua l, atau disabilitas. 3 Hate speech secara online seringkali mengambil bentuk serangan ad hominem 4 , yang memunculkan perasaan prasangka atas argumen intelektual untuk menghindari diskusi tentang topik yang dihadapi dengan menyerang karakter atau atribut sese orang. Hate speech bisa dilakukan oleh individu/grup yg menyasar identitas kelompok dari seseorang, dapat bercirikan hasutan untuk kekerasan, biasanya dilakukan oleh orang yang memiliki kuasa ( contoh : dia itu kaum A, pantas dibinasakan Biasanya terjadi pada k elompok 1 The Council of Europe Recommendation on Hate Speech, lampiran 2 Kesimpulan dalam makalah Toby Mendel, (Executive Director, Centre for Law and Democracy) Hate Speech Rules Under International Law, untuk aspek yang ketiga adalah statements inciting different proscribed results yang mana artinya dalam tiap konvensi internasional dampak dan hasil yang disasar berbeda - beda. Namun yang menyamakan adalah semua konvensi inter nasional untuk hate speech berd ampak pada diskriminasi dan kekerasan; dikarenakan tiap - tiap judul konvensi sangat spesifik pada isunya, maka unsur hate speech pastilah menyasar pada identitas. 3 Women’s Media Centre , Online Abuse 101, https://onlineharassmentfieldmanual.pen.org/resource - guide - to - combat - online - harassment/defining - online - harassment - a - glossary - o f - terms/ , diakses 2 April 2019 4 Lihat lebih jauh dalam, Christian Dahlman, Et.Al, Fallacies in Ad Hominem Arguments , (Faculty of Law, Lund University, Lund, Sweden), 2011. Argumen ad hominem adalah argumen yang membuat klaim tentang keandalan seseorang d alam pelaksanaan fungsi tertent u, berdasarkan pada beberapa atribut yang berkaitan dengan orang tersebut. 10 minoritas seksual atau seseorang yang dituduh sebagai bagian dari minoritas gender dan seksual atau berdasarkan agama dan kepercayaannya. Identitas yang dimaksud di sini adalah idenitas yang mencakup hak seseorang yang terlanggar berdasarkan hukum dan HAM internasio nal. 2. Online Shaming Online shaming bentuknya bisa berupa gambar atau tulisan berupa caption yang dimodifikasi sehingga tersamarkan subjek yang menjadi targetnya dengan tujuan untuk menyadur konten awal menjadi konten olok - olok, hinaan, pe ncemaran, kabar bo hong (hoax), sampai dengan sayembara untuk mengajak melakukan kekerasan seksual terhadap sesorang. Di beberapa penjelasan online shaming dijelaskan sebagai bentuk utama daripada kekerasan seksual siber; doxing, revenge porn, merupakan con tohnya. Akan tetap i dalam penelitian ini, online shaming merupakan bagian dari kekerasan seksual siber, karena memiliki perbedaan karakteristik dari doxing dan revenge porn. Perbedaan yang mendasar online shaming dengan doxing maupun revenge porn, adalah p ada informasi dari orang yang menjadi target. Jika dalam doxing dan revenge porn ditujukan terutama untuk merusak reputasi seseorang, online shaming, seringkali berupa sindiran, satir bahkan tak jarang tidak menunjukan identitas target sama sekali. Online shaming biasanya d iikuti dengan flaming maupun defamation. 3. Doxing Doxing, kadang - kadang dieja 'doxxing,' adalah proses menggunakan Internet untuk meneliti dan mempublikasikan informasi spesifik tentang individu, biasanya disebut personally identifiable inf ormationi (PII) at au Informasi pengenal 11 pribadi. 5 Pengambilan dan penerbitan yang tidak sah, seringkali dengan meretas, informasi pribadi seseorang, termasuk, tetapi tidak terbatas pada, nama lengkap, alamat, nomor telepon, email, nama pasangan dan anak - an aknya, perincian k euangan. "Dox" adalah versi slang "dokumen" atau .doc. Doxing menyebabkan ketakutan, stres, dan kepanikan adalah tujuan doxing, bahkan ketika pelaku berpikir atau mengatakan bahwa tujuan mereka adalah "tidak berbahaya." Doxing adalah tind akan kekerasan sek sual siber yang dapat menjadi bentuk - bentuk tindakan lainnya, seperti deadnaming, defamation, revenge porn, dan lainnya. 4. Defamation Adanya upaya - upaya yang dilakukan seseorang ataupun sekelompok orang dan terkoordinasi untuk mencemarkan n ama baik seseorang di akun pribadi orang yang menjadi target; ataupun dengan akun khusus yang bertujuan untuk memfitnah atau menyebarkan informasi negatif tentang orang yang menjadi target. Disebut juga trolling ataupun call out. Biasanya dilakukan oleh ak un - akun khusus yan g berpihak pada paham ataupun ideologi tertentu. Unsur utama dari defamation adalah adanya pencantuman nama dan identitas lainnya dari target yang tersasar. Dalam penjelasan Pasal 310 KUHP 6 , menerangkan bahwa, “ menghina ” adalah “menyeran g kehormatan dan n ama baik seseorang”. Yang diserang ini biasanya merasa “malu” “ Kehormatan ” yang diserang di sini hanya mengenai kehormatan tentang “nama baik”. Pencemaran nama baik atau defamation dalam 5 Lihat lebih jauh pada, Mat Honan, What Is Doxing? , WIRED (Mar. 6, 2014, 1:03 PM), http://www.wired.com/2014/03/doxing/ [https://perma.cc/62AD - TDYL]; see also RONEY MATHEWS, SHAUN AGHILI, & DALE LINDSKOG, A STUDY OF DOXING, ITS SECURITY IMPLICATIONS AND MITIGATION STRATEGIES FOR ORGANIZATIONS 1 (last visited Nov. 13, 2016), http://infosec.concordia.ab.ca/files/2013/02/Roney_Mathews.pdf [https://perma.c c/KD5J - YUJB]; see generally Dav id M. Douglas, Doxing: A Conceptual Analysis , ETHICS AND INFO. TECH., Sept. 2016, at 199, 200. 6 R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang - Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar - Komentarnya Lengkap Pasal Demi P asal (hal. 225) 12 online lebih tepat dikenakan dengan menggunakan UU ITE pada Pasal 27 Ayat (3) yang berbunyi: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencem aran nama baik. 5. Fl aming Flaming adalah tindakan memposting atau mengirim pesan ofensif melalui Internet; Pesan - pesan ini, yang disebut sebagai flaming dapat diposting dalam forum diskusi online atau grup online, maupun dikirim melalui email atau pesan ins tan. 7 Pembanjiran pesan tersebut berisikan ujaran yang pedas bernadakan permusuhan yang diikut dengan ancaman, hinaan, cercaan dan pelecehan seksual. Flaming didorong oleh kurangnya interaksi pribadi dan anonimitas yang melekat dari Web, yang mendorong per musuhan, dan terja di selama diskusi tentang topik - topik sensitif, seperti agama, politik, filsafat, orientasi seksual atau apa pun yang berhubungan dengan subkelompok dan / atau (tampaknya) perbedaan sepele. 8 Alih - alih mempertimbangkan sudut pandang orang lain, "flamers" memaksakan agenda mereka sendiri pada pengguna lain. Beberapa flaming disengaja, beberapa juga tidak. Ini karena pengguna dapat salah memahami maksud pesan atau posting forum pengguna lain. Mi salnya, seseorang dapat membuat komentar sarkast ik yang tidak dipahami sebagai ungkapan sarkastik oleh pengguna lain, yang mungkin saja bisa tersinggung dengan pesan tersebut. Menggunakan emotikon dan dengan menjelaskan niat seseorang dapat membantu menghi ndari kesalahpahaman di ranah online. 7 Tech Term, https://techterms.com/definition/flaming , diakses 30 Maret 2019 8 Technopedia, https://www.techopedia.co m/definition/5356/flaming , dia kses 30 Maret 2019 13 Dikarekank an adanya kemungkinan efek buruk dari flaming, sebaiknya setiap pengguna online chating atau sosial media dengan segala kerendahan hati bersikap sopan ketika memposting atau mengirim pesan secara online. Untu k flaming yang disengaja, dilakukan tidak hanya pada grup tertutup dan chat pribadi, namun juga pesan personal, dan pelakunya bisa jadi tidak hanya satu orang ataupun satu akun. Dalam kasus - kasus tertentu untuk suatu agenda (misalnya bullying), pesan perm usuhan ini dilakukan beramai - ramai dengan akun b erbeda. 6. Deadnaming Suatu bentuk pelecehan langsung dengan menyebarkan nama lahir seseorang dengan tujuan untuk merugikan orang tersebut. Teknik ini umumnya digunakan untuk LGBTI terutama dengan identitas gend er yang no n - biner , seperti rekan - rekan transgender. Merujuk seseorang dengan nama mereka yang tidak dikonfirmasi, itu bisa membuat kesan eksistensi individu tersebut tidak valid. 9 Ini adalah tindakan merendah kan atau tidak menghormati identitas orang lain. Mengungkapkan nama lahir dari indiv idu LGBTI juga dapat berbahaya, karena berkaitan dengan diskriminasi hingga persekusi. Twitter bahkan sudah menindaklanjuti terkait dengan deadnaming pada platform mereka. Kebijakan Twitter diperbarui dan dib erlakukan pada bulan Oktober 2018. 10 Kebijakan se belumnya melarang penghinaan, julukan, rasisme dan seksisme yang terus berulang dan / atau tanpa persetujuan , maupun konten - konten lain yang merendahkan seseorang. Sedangkan kebijakan baru menetapkan segala penyim pangan yang ditargetkan atau bentuk - bentuk kekej aman terhadap 9 KC Clements, Health Line, What Is Deadnaming?, https://www.healthline.com/health/transgender/deadnaming#impact , 30 Mare t 2019. 10 Adi Robertson, The Ve rge, 27 November 2018, https://www.theverge.com/2018/11/27/18113344/twitter - trans - user - hateful - content - misgendering - deadnaming - ban , 30 Maret 2019 14 individu transgender yang dengan sengaja merujuk pada individu transgender menggunakan nama pra - transisi mereka. Kebijakan ini juga berlaku di Indonesia. 7. Out - ing P e rilaku outing dilakukan tanpa p ersetujuan orang yang bersangkutan dan bertujuan untuk mempermalukan seseorang tersebut berdasarkan identitas gender dan seksual orientasi mereka yg berbeda. Berdasarkan hasil berselancar di internet, hingga awal April 2019 ini, tidak ditemukan pengertian outing di dunia maya yang menyasar pihak lain se lain orang dengan identitas gender dan orientasi seksual yang berbeda. Outing adalah salah satu jenis pelanggaran privasi di ranah online. Sama halnya dengan deadnaming yang berpusat pada memunculkan kembali nama lahir seseorang untuk seminimal mungkin mem permalukan orang tersebut. Deadnaming lebih berfokus pada identitas gender terutama rekan - rekan transgender, sedangkan outing lebih pada usaha seseorang untuk mempermalukan dengan membocorkan orientasi seksua l orang lainnya. Outing menjadi berbahaya karena tidak banyak orang yang bangga bahkan cenderung takut jika diketahui orientasi seksual. Hal tersebut dikarenakan adanya stigma yang salah di masyarakat terkait orientasi seksual. Outing bukanlah hal yang ba ru, sebelum masuknya era digital seperti sekaran g ini, pengungkapan orientasi seksual seseorang dilakukan melalui media cetak. Pada 1950 - an, media sektarian di Amerika Serikat muncul, salah satunya tabloid Confidential, yang mana fokus beritanya pada pengu ngkapan skandal tentang hiburan dan selebriti po litik. Di antara tokoh - tokoh politik yang di outing oleh majalah itu adalah mantan Sekretaris Negara Amerika Serikat Sumner Welles dan Arthur H. Vandenberg, Jr., yang secara singkat menjabat sebagai Sekretari s 15 Pengangkatan Presiden Eisenhower. 11 Seorang hom oseksual pada tahun itu di Amerika Serikat sangatnya berbahaya yang dikarenakan stigma dapat mempengaruhi karir dan hidup seseorang. risiko keamanan pada saat perang, New York Times menyebutkan bahwa itu ada lah bagian dari pola persekusi yang akan menghan curkan ribuan nyawa dan karier karena pada awal tahun 1952, American Psychiatric Association mengklasifikasikan homoseksualitas sebagai semacam kegilaan, dan para senator dari Partai Republik men uduh bahwa homoseksualitas dalam pemerintahan Tr uman adalah ancaman keamanan nasional. 12 Hal yang sama terjadi, hanya saja media yang digunakan tidak lagi cetak, melainkan online melalui platform - platform media sosial, akun - akun anonim yang menjual hoax ata upun media - media online sectarian yang menampilk an fake news. Justru outing saat ini jauh lebih mudah dilakuna dan berbahaya dikarenakan tidak ada peraturan perlindungan data pribadi yang spesifik melindungi identitas gender dan seksual orientasi seseorang 8. Honey Traping Platform media sosial dan situs web kencan sering disalahgunakan menjadi tindakan kekerasan yang disebut Honey Trapping. Ketika sudah berjanji untuk kencan darat dan bertemu secara offline, yang terjadi malah kekerasan fisik dan sering kali disertai ancaman, pemerasan, bahkan penculikan . Contohnya pada kasus Anak berusia 17 tahun di Malang, Jawa Timur yang dicabuli, setelah pertemanan onlinenya melalui media sosial terungkap oleh orang tua korban. 13 11 The Papers of Dwight David Eisenhower , vol. 18 (Johns Hopkins University Press, 1966), "Document 48: Eisenhower To Nelson Aldrich Rockefeller," February 23, 1957, "Archived copy" . Archived from the original on 2007 - 05 - 15. Ret rieved 2013 - 08 - 16. , accessed No vember 14, 2010 12 https://www.nytimes.com/2011/11/27/opinion/sunday/j - edgar - hoover - outed - my - godfather.html 13 Tribun Jamb i , 21 Maret 2018, editor: duanto, http://jambi.tribunnews.com/2018/03/21/awalnya - teman - online - kemudian - kedu anya - kopi - darat - tapi - pertemuan - berakhir - nyesek - hingga - polisi , diakses 2 April 2019 16 Kasus - kasus semacam itu yang me nyasar anak perempuan dan perempuan banyak ditemui di media dan diberitakan. Hal yang luput dari pemberitaan Honey Trapping adalah jika itu terjadi pada kelompok dengan identitas gender dan seksual orientasi yang berbeda. Banyak factor tidak adanya lapora n kepolisian maupun pemberitaan media terkait kasus semacam ini, di antaranya adalah ketakutan korban jika identitasnya disebarkan dan di - melela - kan, sebagaimana kasus - kasus penggerebekan sehubungan dengan identitas gender dan seksual orientasi. Kejahatan seksual siber terhadap perempuan saja untuk perlindungannya masih sedang dalam proses perjuangan apalagi untuk perlindungan kelompok minoritas ini. 9. Impersonating Skenario yang biasanya dilakukan dengan menggunakan identitas palsu adalah menggunakan platform media sosial untuk meniru seseorang atau membuat identit as palsu adalah untuk membangun kepercayaan dengan warganet yang menjadi target, yang kemudian dieksploi tasi sedemikian rupa. Tujuannya yakni untuk mengumpulkan informasi lebih lanjut untuk serangan phishing, atau secara langsung berinteraksi dengan kenala n target di media sosial untuk mendapatkan informasi yang menarik. Phising sendiri merupakan metode unt uk melakukan penipuan dengan mengelabui target dengan maksud untuk mencuri akun target. 14 Akan tetapi yang membedakan phishing dengan impersonating walau pun keduanya adalah untuk mencuri akun dengan pemalsuan akun, impersonating lebih pada pemalsuan akun ya ng mengatasnamakan seseorang dengan tujuan untuk merusak citra seseorang. 14 Cloud Host, Mengenal Apa itu Phising, Penyebab, dan Mengatasinya, 10 September 2016 https://idcloudhost.com/mengenal - apa - itu - phising - penyebab - dan - mengatasinya/ , diakses 1 April 2019 17 Random Dataset mengemukakan dua jenis serangan peniruan dari data yang mereka kumpulkan di Twitter yakni: 15 (i) Serangan peniruan selebriti, di mana penyerang meniru selebriti dan pen gguna Twitter populer untuk memposting informasi yang tidak dapat dipercaya memfitnah reputasi selebriti atau mengambil keuntungan popularitas offline s elebriti untuk meningkatkan visibilitas posting mereka sendiri (misalnya, promosi produk) atau (ii) sera ngan rekayasa sosial juga dikenal sebagai serangan pencurian identitas, di mana penyerang membuat akun palsu yang mengkloning informasi akun korban dan kemudian menggunakan akun palsu untuk terhubung dan berkomunikasi dengan teman - teman korban. Dalam huku m Indonesia, Pasal 378 KUHP tentang penipuan sebenarnya dirasa cukup tepat untuk menjerat namun unsur tujuannya untuk menghapuskan piutang, sedangkan im personating tujuannya untuk merusak citra. UU ITE untuk impersonating dapat dikenakan Pasal 35 Jo Pasal 51 Ayat (1), yakni memenuhi unsur melakukan penciptaan Informasi Elektronik; dan dengan tujuan agar Informasi Elektronik tersebut dianggap seolah - olah d ata yang otentik. Namun sampai saat ini belum ada kasus di Indonesia yang sampai diproses kepolisian dan diberitakan media karena korban cenderung melaporkannya pada platform media sosial. Namun, akun palsu biasanya tidak gentar, ditutup satu akan muncul y ang lainnya. 10. Morphing Morphing adalah mengedit foto menjadi bernuansa seksual dan bertujuan untuk mengol ok - olok perempuan atau seseorang. Edit foto ini bertujuan untuk mempermalukan atau membuat sebuah imaji tertentu yang bersifat seksual dan 15 L. Bilge, T. Strufe, D. Balzarotti, and E. Ki rda. All your contacts are belong to us: Automated identity theft attacks on social networks. In WWW’09. Dalam The Doppelgänger Bot Attack: Exploring Identity Impersonation in Online Social Networks, 2015, https://conferences.sigcomm.org/imc/2015/papers/p141.pdf , Hal. 141 18 merugikan ses eorang. Morphing di Amerika Serikat pada awalnya dikenakan pada child pornography atau pornografi anak Hukum Pidana Amerika Serikat Section 2256 (8) (C) pornografi anak 16 ” adalah penggambaran visual apa pun, termasuk foto, film, video, gambar, atau komput er atau gambar atau gambar yang dihasilkan komputer, baik yang dibuat atau diproduksi dengan elektronik, mekanis, atau cara lain, dengan perilaku eksplisit seksual, di mana — visual seperti itu penggambaran telah dibuat, diadaptasi, atau dimodifikasi agar t ampak bahwa anak di bawah umur yang dapat diidentifikasi terlibat dalam perilaku yang eksplisit secara s eksual”. Pada ranah online lambat laun dikenal dengan Morphing. Di beberapa tempat, morphing tidak ekslusif hanya pada perubahan gambar seksual yang men garah pada pornografi anak, namun di platform media sosial, seperti twitter, ketat hanya pada pornografi anak, padahal di Indonesia sendiri pornografi tidak dibedakan statusnya anak maupun dewasa, apapun identitasnya. Selain itu persoalan terkait dengan mo rphing, jarang disinggung sehubungan dengan Hak Kekayaan Intelektual dari gambar yang diubah tersebut. D alam pasal 12 ayat (1) huruf f Undang - Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (UUHC) dinyatakan bahwa gambar adalah termasuk salah satu ciptaan yang dilindungi dan terikat hak ekslusif dan hak moral sebagaimana tercantum dalam Pasal 24 Ayat (2) suatu c iptaan tidak boleh diubah walaupun Hak Ciptanya telah diserahkan kepada pihak lain, kecuali dengan persetujuan Pencipta atau dengan persetujuan ahli war isnya dalam hal Pencipta telah meninggal dunia . Maka dari itu gambar tidak dapat dimodifikasi atau diuba h tanpa seizin pencipta. 16 Section 2256 (8) (C) dapat dilihat pada Cornell Law School , Legal Information Institutes, 1992, https: //www.law.cornell.edu/uscode/text/18/2256 , diakses 2 April 2019, child pornography” means any visual d epiction, including any photograph, film, video, picture, or computer or computer - generated image or picture, whether made or produced by electronic, m echanical, or other means, of sexually explicit conduct, where — such visual depiction has been created, a dapted, or modified to appear that an identifiable minor is engaging in sexually explicit conduct 19 11. Revenge Porn Revenge Porn adalah kasus yang paling banyak dilaporkan kepada SGRC. Ada banyak istilah yang digunakan untuk kasus sejenis revege porn namun kami menggunakan terma ini dengan sengaja. Revenge Porn adalah distribusi gambar grafis seksual tanpa persetujuan subjek gambar. Pelaku memperoleh gambar atau video dalam hubungan sebelumnya, atau meretas komputer, akun media sos ial, atau telepon korban. Kasus Revenge Porn adalah yang paling sering dialami remaja dan dewasa muda perempuan. Ketika mantan kekasih diputuskan cintanya kemudian tidak terima dan menyebarkan konten seksual berupa gambar telanjang, video seks dan sebagain ya sebagai ancaman. Sejauh ini perempuan tidak memiliki posisi tawar yang cukup tinggi unt uk setiap kasusnya. Pelaku penyebaran konten pornografi tersebut sulit untuk dikenakan UU ITE dikarenakan beberapa unsurnya tidak terpenuhi. Selain itu, korban yang melaporkan revenge porn bisa jadi dikenakan Pasal 27 Ayat (3) tentang pencemaran nama bai k ataupun jika korban di dalam penyebaran konten pornografi tersebut ditengarai terlihat jelas maka sangat mungkin korban yang akan diproses hukum dengan UU Pornograf i. Temuan Bentuk KSS dalam Statistik Kami menyebarkan kuisioner dan penanganan pertama ter hadap korban Revenge Porn 17 pada tahun 2018 dan memperoleh 54 responden melalui penyebaran Google Form yang dibuka pada tanggal 1 – 10 Juni 2108. Kami membagi pertanya an berdasarkan rentang usia, domisili korban, bentuk konten, bentuk ancaman, pelaku dan te rakhir kesediaan melanjutkan ke jalur hukum. 17 Pada awalnya kami melakukan penyebaran form bertuju an untuk konseling dan penanganan korban Revenge Porn selanjutnya kami temukan lebih banyak bentuk - bentuk KSS dan hal lain yang perlu dikaji.