Rinkam is an eatery and space based in Salatiga , Central Java The word “ Rinkam ” is derived f rom the word “ Rindu Kampung ” also “ Rindu Kamu ”. Aiming to deliver an eatery place that gives you comfortable ambience to eat our good food and also the ambience to be productive as well What is " Rinkam ” ? Rinkam concerns to serve “Good Food”. The term “Good Food” seems to be very subjective and personal, and it actually is. But little do we know, there’s a specific definition to this term. Hahn (2012) stated that: “Good food means that it enhances the condition of is consumers and growers; its production maintains the health of the environment while generating a profit for the grower”. We can see that there are three bottomline to consider when talking about “Good Food”: people or soci- ety; environment; and profit. Good Food We believe food is one commodity that is not only used as human’s means of surviv- al. Greater than that, food can be a form of communication. Food can bring and used as a tool to speak about culture, people, arts, and issues. Food is always related to culture, in a meeting there’s a food served, in christmas we eat porks, on idul fitri we eat lontong opor, and so on. We believe food is the closest commodity to our life- style. Based in Salatiga, we realized that this town is well known for its multiculturalism. Rinkam wants to offer you a celebration of diversity, through food. We want to be a platform for various ethnic groups to communicate their culture, arts, or can be their concerns on certain issues. We will manifest this on our monthly themes. Rinkam through Rindu Kampung aims to be the voice of the ethnics group living in Salatiga, a platform of celebration, embracing the beauty of diversity Food and Productivity Talking about productivity, especially related to working performance, food is not considered becoming one of the affecting factors. What we rarely take serious con- sideration is the fact that food has direct impact on our cognitive performance. Furthermore, Friedman (2014) explained that: Now here’s the part we rarely consider: Not all foods are processed by our bodies at the same rate. Some foods, like pasta, bread, cereal and soda, release their glucose quickly, leading to a burst of energy followed by a slump. Others, like high fat meals (think cheeseburgers and BLTs) provide more sustained energy, but require our digestive system to work harder, reducing oxygen levels in the brain and making us groggy From the statement above, we can conclude consuming food that contains too much both glucose and fat results in unproductive behaviour. Hereby we can assume that, actually there’s a paradox of choosing a diet for the body. We need to consume that so-called healthy food to fulfil our daily energy and minimizing energy slump to stay productive. On the other side, our body also craves the dopamine produced by con- suming junk foods (containing high fat). The most realistic solution to this is actually knowing what our body actually needs. Rinkam through “Rindu Kamu” is providing you choices of foods and beverages to fulfill your tummy depending on your needs. Your body can be needing an energy booster or mood booster or even if you want to maintain your body with a high source of proteins, we aim to fulfill those needs. We are committed to give you choices of food and enjoyable drinks, to burst your productivity as well as your cre- ativity “Ayo Ba Dui Torang” merupakan ajakan untuk menikmati makanan yang sangat populer di Poso yang sangat populer, yaitu Dui. Dui merupakan olahan sagu yang dimakan bersama dengan kuah asam yang terdiri dari ikan, sayuran, dan Game. Bahkan beberapa literasi men- yatakan bahwa kepopuleran dui mampu menjadi menghilangkan sekat-sekat antar agama yang cukup kental saat dan pasca kon ik di Poso. Literasi yang mendukung pernyataan ini dituliskan oleh Babutung (2016:76), yang menyatakan perempuan melalui pasar tradisional membuka salah satu pintu komunikasi antar komunitas yang sedang bertikai pada saat itu. Mereka ber- pegang pada asumsi bahwa semua orang akhirnya membutuhkan makanan untuk bertahan hidup, tanpa melihat latar belakang etnis atau identitas yang melekat pada diri mereka. Olahan sagu merupakan makanan yang populer dikonsumsi oleh mas- yarakat yang berada di Pesisir. Oleh karena itu olahan sagu serupa dengan Dui dapat ditemukan di beberapa daerah Indonesia Timur. Di Palopo, Sulawesi Selatan juga dikenal sebagai Pugalu. Di Sulawesi Tengah, utamanya di wilayah Parigi dan sekitarnya dikenal sebagai Mbiko dan Mbi’o. Di Poso dan Morowali orang lazim menyebutnya Dui. Di Banggai disebut orang sebagai Onyop. Asumsi yang muncul dari sini, masyarakat di pesisir memiliki karak- teristik kebudayaan, dalam hal ini makanan, yang mirip. Hal ini dikarenakan masyarakat pe- sisir mayoritas merupakan nelayan dan jalur untuk berkomunikasi cenderung lebih besar karena mobilitas yang cukup tinggi. Poso dihuni oleh beberapa suku, yang mendominasi yaitu suku Mori dan Pamona. Perbe- daan suku ini berpengaruh pada penyajian Dui. Suku Mori memiliki kecenderungan untuk memisahkan komponen-komponen Dui, orang yang akan memakannya lah yang kemudi- an mencampur komponen-komponen tersebut ke dalam satu wadah untuk kemudian di makan. Berbeda dengan suku Mori, suku Pamona sudah menggabungkan komponen-kom- ponen ke dalam satu tempat sehingga siap untuk di makan. “ Dui ” Binte merupakan makanan olahan yang berbahan dasar Jagung yang kemudian disiram dengan kuah. Sebenarnya, Binte merupakan makanan khas yang berasal dari Gorontalo, yaitu Binde. Kemudian, makanan ini masuk ke Poso yang kemudian mengalami modi kasi. Jagung yang dipakai pada menu ini, merupakan jagung pulut atau orang Poso meng- atakan, milu pulut. Jagung jenis ini umumnya berwarna putih, dan memiliki karak- teristik lengket dan pulen seperti ketan ketika direbus. Bagi masyarakat Gorontalo, makanan ini memiliki makna dan loso yang dalam. Berdasarkan penuturan Mansoer Pateda, dalam kompilasi buku Jejak Kuliner Indonesia (2010), milu siram sudah ada sejak pertikaian raja-raja pada abad ke-15. Jagung yang dipipil melambangkan persatuan yang tercerai-berai. Kemudian, melalui racikan rempah-rempah pipil jagung yang tidak beraturan menjadi satu kesatuan dalam suatu hidangan nikmat, yaitu Binte. Jika ditarik pada konteks yang lebih universal, Binte memiliki makna loso s bersatunya kelompok-kelompok yang ber- seberangan menjadi satu kesatuan yang utuh, sejalan dengan semboyan bangsa Indonesia, “Bhinneka Tunggal Ika”. “ Binte ”